Secuil pengingat

Apapun yang kita lihat sekarang belum tentu kita lihat dikemudian hari, selagi masih bisa melihat, maka lihatlah

Kamis, 07 Maret 2024

Berkelahi dalam AMBISI DUNIAWI di Gunung Merbabu

Tulisan ini dibuat tanggal 23 Februari 2024, kurang dari seminggu keberangkatan aku dan suami ke Gunung Merbabu, salah satu wishlist gunung yang selalu aku semogakan sejak dulu akhirnya hari ini aku bisa mendaftar untuk kesana, kalau tulisan ini diupload otomatis aku sudah kesana (InsyaAllah), bagi beberapa orang Gunung Merbabu mungkin sama seperti gunung gunung pendakian lain, namun bagiku, ada magnet tersendiri yang membuat fikiran, dan harapan menyatu untuk tertuju padanya, bukan setahun dua tahun untuk mempersiapkan ini, bahkan sudah bertahun-tahun agar bisa mencapai kesini, 



Target ku "Gunung Merbabu" Dan pulang dengan selamat (InsyaAllah) setelahnya

Jika mencapai puncak itu "Bonus" 


Rasanya ingin ku hilangkan rasa kebahagiaan yang meluap-luap ini, aku takut berlebihan hingga Allah cemburu atas hal tersebut.. bukankah sesuatu yang berlebihan itu tak baik?


Dari banyaknya keinginan dalam hidupku, pergi ke Merbabu ini merupakan salah satu keinginan yang sering disepelekan  

Aku telah banyak berhenti berharap pada kesenangan duniawi, meski ketika mendapatkan nya aku tetap merasa senang selayaknya manusia, namun konteksnya berubah, dari "harapan", menjadi "bonus"

Namun entah mengapa, untuk Merbabu ini, sulit untuk tak berharap, padahal aku tau ketika berharap aku akan kecewa.. 

Benar saja, seolah memberi banyak pelajaran berharga Merbabu mampu membuat egoisme duniawi terobrak-abrik, waktu yang sudah ku tunggu tunggu, segala persiapan yang telah aku siapkan dengan baik, perlengkapan yang telah kupenuhi dari jauh-jauh hari sebelumnya, tak cukup mampu untuk mengantarkan aku hingga ke puncak merbabu, Sebaik-baik manusia merencanakan tetap rencana Allah SWT yang terbaik untuk hambanya 


letih? Tentu saja, tapi kalah oleh ambisi duniawi ku, untuk menikmati tracknya.. 

  jalur tracknya bikin candu

Hingga.. 

Salah satu dari kita tak bisa melanjutkan perjalanan, karena kondisi dan situasi tertentu, namun akhirnya kita memutuskan untuk kembali pulang ketika mencapai sudah setengah perjalanan.. 


Marah, sedih, kecewa, ingin menyalahkan apapun,  sulit ku hindari, bagaimana tidak, kita sudah merancangnya sedemikian rupa, mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari dan harapan itu kian membesar setiap harinya, dan namun akhirnya seolah merbabu mengajarkan ku untuk mengelola setiap emosi yang kurasakan dengan baik.. 


Dari sini kami belajar, untuk menyelesaikan semua perasaan yang kami rasakan berdua.. 

Naik gunung bukan hal baru bagiku, namun dari semua gunung yang pernah kudaki hanya merbabu mampu membuat aku bersyukur dalam tiap kaki yang kulangkahkan, entah nikmat mendaki, atau melepas semua atribut duniawi dan berserah pada alam


Pada akhirnya aku teringat oleh kalimat "Sebaik-baiknya rencana manusia, tetap yang terbaik adalah rencana Allah SWT" Semakin dihindari, justru akan semakin kamu tak merasakan nikmat nya.. 

Benar saja, setelah ku fikir, target ku memang bukan puncak, target ku adalah merbabu, bukan apa yang ada di merbabu, tapi apa yang bisa ku capai sesuai kemampuan ku ketika di merbabu.. dan pulang dengan selamat sampai ke rumah.. bukankah semua sudah tercapai? dan harusnya aku menikmati semuanya?

Aku sengaja untuk tak mencari tahu tentang semua yang ada disana, entah pemandangan puncak, jenis track, benefit gunung tersebut, kelebihan dan kelemahan semua murni aku jadikan sesuatu yang akan ku nikmati dalm setiap langkahnya

Aku terus berfikir akan banyaknya nikmat yang ku miliki memenuhi ruang hangat dihati agar fikiran kecewa, marah, sedih itu berkamuflase menjadi rasa ikhlas, sungguh, ternyata memang tak mudah.. tak bukan berarti tak berhasil.. akhirnya aku memutuskan untuk berdamai dengan keadaan, menerima kenyataan, membiarkan setiap emosional yang kurasakan sebagaimana mestinya dan hingga akhirnya benar-benar sadar tak perlu ada yang benar-benar aku keluhkan dari semunya, hanya butuh waktu untuk mencapai semuanya.

Berdiskusi tanpa gedget, saling menyelami dan memvalidasi perasaan masing-masing adalah obat dari semua perasaan yang kurasakan sebelumnya seolah merbabu menunjukkan "nikmat terbesar mu adalah orang yang senantiasa bersyukur atas keberadaan mu dan semua yang ada pada dirimu dalam keadaan apapun dan sekarang dia pasanganmu".

Bahkan aku juga belajar mengaplikasikan kalimat ini "Jika kamu marah pada kesalahan seseorang, selesaikan kesalahannya, bukan orangnya" sebelumnya aku terbiasa dengan emosi yang meledak-ledak, selayaknya manusia yang dulunya ku fikir itu hal yang wajar agar 

Pergi ke gunung Merbabu mungkin bisa kita ulang lain kali, tapi pembelajaran yang kita rasakan tak bisa kita cari di manapun ❤

Thankyou for always supporting me my husband